Friday, November 26, 2010

Chap. 3 _ Dalam Lumbung

Well, who posted thiz? duriangirl9619 at 7:22 AM
Dengan sikap kaku, kedua anak kembar itu berjalan mendahului ke luar rumah. Mengitari tempat pengolahan susu, lalu menuju ke sebuah lumbung yang besar sekali. Satu dari mereka membukakan pintu.

“Wah – belum pernah kulihat lumbung sebagus ini,” kata Julian, sambil memandang ke dalam lumbung yang gelap. “Sudah tua sekali kelihatannya! Balok-balok yang menjulang ke atas, sampai ke bubungan atap – aku jadi teringat pada bangunan gereja kuno. Kenapa atap itu dibuat begitu tinggi, ya? Apa yang biasanya disimpan di sini?”

“Tepung,” kata kedua Harry serempak. Kelihatannya bahkan seolah-olah mulut mereka membuka dan menutup seirama. Kemudian Dick dan Julian melihat dua tempat tidur lipat sudah ada di pojok ruangan itu.

“Jika kalian berdua ingin tidur sendiri di sini, kami mau saja memakai bilik kecil di samping tempat pengolahan susu, yang dikatakan ibu kalian tadi,” kata Julian.

Sebelum kedua anak kembar sempat menjawab, dan arah tempat tidur lipat terdengar gonggongan melengking. Seekor anjing pudel kecil berbulu hitam berdiri di tempat itu.

“Aduh, kecilnya anjing itu,” kata Julian. “Punya kalian, ya? Siapa namanya?”

“Snippet,” jawab Harry kembar serempak. “Sini, Snippet!”

Anjing kecil itu meloncat dari tempat tidur, lalu lari menghampiri mereka. Ia menggonggong dengan gembira, sambil mengibas-ngibaskan ekor serta menjilat siapa saja yang ada di dekatnya. Dick hendak menggendong anjing yang lucu itu. Tapi kedua anak kembar cepat-cepat merangkulnya.

“Dia anjing kami!” Nada suara mereka begitu galak, sehingga Dick kaget dan mundur selangkah.

“Ya deh, ya deh – aku juga bukan bermaksud mengambilnya. Tapi kalian harus hati-hati, jangan sampai dia digigit oleh Timmy!” kata Dick menakut-nakuti. Kedua Harry nampak ketakutan. Mereka berpandang-pandangan dengan cemas.

“Kalian tidak perlu takut,” kata Julian buru-buru. “Timmy baik hati, jika menghadapi binatang yang lebih kecil. He – kenapa sikap kalian begini sih? Kan tidak ada jeleknya, jika lebih ramah sedikit. Dan biarlah kami tidur dalam bilik kecil itu! Sungguh, kami sama sekali tak berkeberatan.”

Kedua anak kembar itu berpandang-pandangan lagi, seperti sedang menduga pikiran masing-masing. Kemudian mereka berpaling, menatap Dick dan Julian. Nampak bahwa mereka sudah tidak seketus tadi lagi.

“Kita semua akan tidur di sini,” kata mereka. “Sekarang kami ambilkan dulu dua tempat tidur lipat lagi. Mereka pergi, diikuti Snippet yang berjalan sambil meloncat-loncat.

Julian menggaruk-garuk kepala.

“Aku jadinya merasa aneh, menghadapi kedua anak kembar itu,” katanya. “Mereka itu seperti bukan manusia! Seakan-akan boneka, kalau melihat mereka selalu bergerak dan berbicara dengan serempak.”

“Kurasa memang mereka sengaja begitu,” kata Dick dengan ketus. “Yah – pokoknya asal kita jangan mereka ganggu saja, selebihnya masa bodoh! Yuk, besok kita melihat-lihat pertanian ini. Nampaknya besar juga – meluas sampai ke lereng perbukitan. Aku sebenarnya kepingin naik traktor!”

Saat itu dari arah rumah yang besar terdengar dering sebuah bel.

“Itu tanda apa?” kata Dick. “Mudah-mudahan saja untuk memanggil kita, karena hidangan sore sudah siap!”

Pada waktu yang bersamaan, kedua Harry kembar muncul lagi dalam lumbung. Mereka membawa sepasang tempat tidur lipat, yang mereka pasang sejauh mungkin dari tempat tidur mereka. Dick datang menghampiri, maksudnya hendak membantu. Tapi ditolak oleh kedua anak aneh itu. Dengan cekatan mereka memasang kedua tempat tidur untuk Julian dan Dick.

“Teh sudah dihidangkan,” kata kedua Harry, ketika mereka selesai mengatur kedua tempat tidur, lengkap dengan selimut serta bantal. “Kami tunjukkan sekarang tempat cuci tangan.”

“Trims,” kata Julian dan Dick serempak. Keduanya berpandang-pandangan sekilas, lalu nyengir.

“Kita harus hati-hati, nanti ketularan mereka,” kata Julian. “He – anjing kecil itu memang kocak! Lihatlah, sekarang ia mengendap-endap, hendak menyergap buruk gagak itu.”

Seekor gagak terbang dari atas lumbung, lalu berlari-lari ke lantai di depan Snippet. Anjing itu langsung mengejar. Sedang burung yang hendak disergap tersembunyi ke belakang karung-karung tepung, lari ke pojok ruangan, sehingga anjing yang mengejar seperti diajak menari-nari. Dick dan Julian tertawa terpingkal-pingkal melihat adegan yang lucu itu. Kedua Harry tersenyum.

Kemudian gagak itu terbang sambil berkaok-kaok. Tapi bukannya pergi menjauh, melainkan hinggap di atas punggung Snippet. Anjing itu kaget, lalu lari secepat-cepatnya mengelilingi seluruh ruangan.

“Berguling, Snippet – berguling!” seru kedua Harry. Seketika itu juga Snippet menjatuhkan diri. Tapi gagak konyol itu sudah terbang lagi, sambil berkaok-kaok menang. Lalu hinggap lagi, sekali ini di atas kepala salah seorang Harry.

“Eh – dia jinak rupanya,” kata Dick. “Siapa namanya?”

“Nosey,” jawab kedua Harry serempak. Nosey berarti melit, jadi selalu ingin tahu. Nama itu memang cocok bagi burung gagak yang iseng itu!

“Dia piaraan kami,” sambung kedua anak itu. “Pada suatu hari ia terjatuh ke dalam cerobong asap tempat pediangan. Sayapnya patah. Kemudian kami rawat sampai sembuh kembali. Kini dia tidak mau pergi lagi!”

“Astaga!” kata Dick, sambil memandang kedua anak kembar itu. “Yang bicara itu benar-benar kalian – atau gagak itu? Ternyata kalian bisa juga bicara dengan normal!

Nosey mematuk telinga anak kembar yang kepalanya dijadikan tempat bertengger.

“Jangan, Nosey!” seru anak itu. Nosey langsung terbang menjauh. Bunyi kaokannya terdengar seperti tawa mengejek.

Saat itu Anne dan George muncul. Keduanya disuruh oleh Bu Philpot mencari Dick dan Julian, karena menurut ibu kedua anak kembar itu mereka pasti tidak mendengar bel memanggil mereka. Timmy ikut dengan kedua anak perempuan itu. Seperti biasa, ia tidak mau ketinggalan.

“Kalian masih ada di sini rupanya!” kata Anne, begitu masuk ke dalam lumbung. “Kata Bu Philpot, kita …”

Ia tidak melanjutkan kalimatnya, karena tepat pada saat itu Timmy menggonggong. Anjing itu melihat Snippet yang sedang mengendus-endus di belakang karung-karung tepung. Anjing pudel itu masih mencari-cari gagak yang tadi mengganggunya. Timmy memandang Snippet dengan heran. Binatang apakah itu? Sekali lagi menggonggong, sambil lari menghampiri Snippet. Anjing itu terdengking karena takut, lalu langsung melompat ke dalam pelukan salah satu dari kembar dua.

“Jauhkan anjing kalian,” kata anak-anak itu dengan sengit. Dua pasang mata memandang Julian serta saudara-saudaranya sambil melotot.

“Jangan takut – dia takkan mengapa-apakan Snippet,” kata George. Didekatinya Timmy, lalu dipegangnya kalung lehernya. “Sungguh, dia tidak apa-apa.”

“Bawa anjingmu pergi dari sini!” bentak kedua Harry. Dari tempat yang tinggi di bawah atap, burung gagak ikut berkaok-kaok dengan galak.

“Ya deh, ya deh,” tukas George. Anak itu sekarang ikut melotot. “Yuk, Tim! Anjing sebegitu kecil, sekali telan juga habis!”

Anak-anak kemudian kembali ke rumah. Semua berjalan sambil berdiam diri. Snippet ditinggal di atas tempat tidur lipat salah satu Harry kembar. Suasana yang tidak enak itu agak mereda, ketika mereka masuk ke dalam dapur yang lapang. Hidangan sore sudah tersaji di atas meja yang besar. Di sekeliling meja diatur sejumlah kursi.

“Hmm,” kata George, sambil mengangkat tutup sebuah panci. “Roti panas. Tak kusangka aku akan senang makan roti panas pada hari sepanas sekarang ini – tapi sajian ini kelihatannya enak sekali! Dan bergelimang mentega – justru yang begini yang paling kusukai!”

Keempat anak itu memandang hidangan yang sudah diatur di atas meja dengan penuh selera. Bu Philpot sibuk menuangkan teh ke dalam cangkir-cangkir.

“Anda tak perlu memanjakan kami, Bu,” kata Julian. Menurut perasaannya, Bu Philpot terlalu sibuk mengurus mereka berempat. “Jangan repot-repot.”

Tiba-tiba keempat anak itu kaget setengah mati, karena saat itu terdengar suara lantang dari dekat jendela. Ternyata ketika masuk tadi, mereka tidak melihat bahwa ada seseorang duduk di situ. Orang itu sudah tua. Badannya kekar. Rambutnya sudah putih semua, begitu pula janggutnya yang panjang. Janggut itu panjang sekali, hampir ke pinggang. Mata orang tua itu berkilat-kilat menatap mereka.

“Repot, katamu,” tukas orang itu. “Repot? Hahh! Orang jaman sekarang tidak tahu apa yang namanya bekerja. Itulah sebabnya! Bisanya cuma mengomel, minta ini dan minta itu. Hahh! Hahh, kataku!”

“Sudahlah, Kakek,” kata Bu Philpot menenangkan. “Minum sajalah teh, lalu sesudah itu istirahat. Kakek sudah seharian sibuk di kebun. Itu kan terlalu berat untuk Kakek.”

Ucapan Bu Philpot menyebabkan Kakek semakin jengkel.

“Terlalu berat?” tukasnya. “Dengar! Dulu, sewaktu aku masih muda, aku … he, ini siapa?”

Pertanyaan itu ditujukan pada Timmy! Anjing itu kaget mendengar laki-laki tua itu tiba-tiba berteriak-teriak. Bulu kuduk Timmy langsung tegak, sementara dalam kerongkongannya terdengar geraman berat. Tapi kemudian menyusul kejadian yang sama sekali tak tersangka-sangka.

Dengan langkah pelan Timmy menghampiri orang tua itu. Setelah dekat – diletakkannya kepalanya ke pangkuan orang itu! Semua melongo melihatnya, apalagi George.

Mula-mula laki-laki tua itu tidak mengacuhkan Timmy. Dibiarkannya kepala anjing itu terletak di pangkuannya, sementara ia masih terus marah-marah.

“Jaman sekarang, orang tak tahu apa-apa! Tidak tahu mana biri-biri yang berharga, sapi jantan yang baik serta anjing yang setia. Dan …”

Timmy menggerakkan kepalanya sedikit. Kakek tertegun, memandang Timmy lalu menepuk-nepuk kepalanya.

“Nah – ini baru anjing namanya,” kata pak tua itu. “Anjing sejati! Anjing yang bisa dijadikan pengiring setia. Aku lantas teringat lagi pada True, anjingku yang sudah mati.”

George memandang Timmy sambil melongo.

“Baru kali ini dia mau berbuat begitu terhadap orang yang belum dikenal,” katanya.

“Anjing-anjing semuanya selalu begitu terhadap Kakek,” kata Bu Philpot pelan. “Kalian tidak perlu takut, kalau kakek berteriak-teriak. Ia memang biasa begitu. Lihatlah – sekarang Timmy malah berbaring dekat kaki Kakek. Sekarang kedua-duanya sudah tenang. Kakek akan meminum tehnya dengan tenteram. Kalian tidak perlu mempedulikannya lagi.”

Anak-anak masih tetap tercengang selama beberapa saat. Tapi itu tidak menghalangi mereka untuk menikmati hidangan sore, sambil bertanya bermacam-macam pada Bu Philpot mengenai pertanian itu.

“Ya, tentu saja kalian boleh naik traktor, kalau mau,” kata Bu Philpot. “Kami juga mempunyai sebuah mobil Land-Rover yang sudah tua. Dengannya kalian bisa berkeliling pertanian ini. Tunggu saja sampai suamiku datang – nanti dia akan mengatakan apa-apa saja yang bisa kalian lakukan di sini.”

Begitu asyik mereka mengobrol sambil makan dan minum, sehingga tidak ada yang melihat sesosok tubuh berwarna hitam masuk lalu menghampiri Kakek. Yang datang itu Snippet, pudel kecil yang berwarna hitam legam. Setelah merasa aman, anjing itu pergi dari lumbung dan masuk ke dapur.

Ketika Bu Philpot berpaling ke jendela untuk menawarkan secangkir teh lagi pada kakek, barulah nampak olehnya pemandangan luar biasa di situ. Bu Philpot menyenggol kedua anaknya, yang langsung menoleh.

Keduanya melihat Timmy berbaring dengan tenang di sela kedua kaki Kakek. Sedang Snippet berbaring di sela kedua kali depan Timmy!

“Sekarang Kakek pasti puas,” kata Bu Philpot. “Dua ekor anjing yang berbaring di kakinya. Dan itu suamiku – Trevor! Yuk, makan bersama kami!

0 comments:

Post a Comment

 

ჱ♥ღღ♥ჱLoves, Hugs and Kisses!ჱ♥ღღ♥ჱ Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos